Langsung ke konten utama

Sunan Kalijaga (w. 1586 M)

Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1430-an, dihitung dari tahun pernikahan Sunan Kalijaga dengan putri Sunan Ampel. Ketika itu ia berusia 20-an tahun. Sunan Ampel yang diyakini lahir pada 1401, ketika menikahkan putrinya dengan Sunan Kalijaga, ia berusia 50-an tahun. Tetapi ada juga yang mengatakan ia lahir tahun 1450 dan 1455. ayahnya bernama Tumenggung Wilotikto (Adipati Tuhan), dan ibunya bernama Dewi Retno Dumilah. Tumenggung Wilotikto adalah keturunan Ranggalawe yang sudah beragama Islam dan berganti nama menjadi Raden Sahur.

Di antara para wali sembilan, beliau terkenal sebagai Seorang wali yang berjiwa besar. Seorang pemimpin, pejuang, mubalig, pujangga, dan filosof. Daerah operasinya tidak terbatas, oleh karenanya ia adalah mubalig keliling. Ketika beliau berdakwah, senantiasa diikuti oleh para kaum ningrat dan sarjana. Raden Said sebenarnya adalah seorang anak muda yang taat kepada agama dan bakti kepada orang tua. Namun beliau tidak bisa menerima keadaan disekelilingnya, karena pada saat itu banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan di masyarakat. Musim kemarau panjang dan bahaya kelaparan makin membuat rakyat tersiksa. Hal ini disaksikan sendiri oleh Raden Said yang masih berjiwa suci bersih. Hatinya berontak dan tak dapat meneria semua itu. 

Pada malam hari, Sunan Kalijaga sering mengambil padi dan jagung serta bahan makanan lainnya di gudang kadipaten untuk diberikan kepada rakyat jelata yang membutuhkannya. Perbuatannya ini tak dapat bertahan lama. Salah seorang pegawai kadipaten Tuban akhirnya memergokinya dan Raden Said dilaporkan kepada Adipati Tuban (ayahnya sendiri). Beliau sangat marah dan akhirnya Raden Said dihukum berat. Sesudah habis masa hukumannya dia beraksi lagi, kali ini tidak mengambil bahan-bahan makanan milik ayahnya melainkan merampok harta benda milik para hartawan kaya raya dan para tuan tanah dan hasil rampokan itu dibagi-bagikan kepada fakir miskin serta orang-orang yang lebih membutuhkan. Hal ini pun tidak berlangsung lama, kedua orang tuanya pun mengetahui perbuatan anaknya yang sangat tercela yang akhirnya Raden Said diusir dari kadipaten. Dalam pengembaraannya dia sampai di sebuah hutan bernama Jati Wangi, di sana dia terkenal sebagai seorang pemuda sakti yang sering merampok para hartawan dan pedagang kaya raya. Seperti dulu, harta itu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin. Orang menyebutnya sebagai brandal Lokajaya, yang akhirnya dari sinilah Raden Said mengenal dan berguru kepada Sunan Bonang.

Dalam serat Lokajaya, kisah pertaubatan Sunan Kalijaga di hadapan Sunan Bonang dilukiskan demikian: 

Apan umpetan aneng wanadri, lamun ana jalma liwat marga binegal pemrih patine, sewiji dina nuju, aneng tengahira wanadri, raden kaget tumingal, ing pangrasanipun, bungah sajroning wardaya, lamun ana sujalma alampah keksi, muruo panganggoniro. 

Pinaranan Sunan Bonang nuli, wau arsa binegal semana, wus weruh karepe, medalken kramatipun, jalma papat gangsal sang Yogi, pan sami warnanira, gya ngepung sang bagus, ginadang-adhang samiya, Lokajaya anulya Iumayu aris, kinepung sapurugya. 

Minger ngilen playune sang pekik, denuru sapurugira, mangaten ginepuk age, mangidul dipunpukul, apan mangaler dipunjagi, payah sang Lokajaya, andheprok sang bagus, pinaraman Sunan Bonang, Lokajaya enget tobat miring Hyang widi, amba nut karsa paduka. 

Sira wus tobat ning awak mami, nggih sang Wiku amba nuwun gesang, sakarsa kawula dherek, aja Iunga sireku pun tunggunen ini teken mami, ja sira Iungo-lungo, yen tan teka ingsun, ature inggih sandika, Sunan Bonang kondur ing dhukuh lestari, sang apekik wus tinilas. 

Dia bersembunyi di tengah rimba. Apabila ada orang yang lewat, dirampok dan dibunuhnya, kebetulan pada suatu hari, di tengah hutan lebat dia terkejut melihat ada orang yang sedang berjalan. Hatinya senang, melihat gemerlapan pakaiannya. 

Lalu didekatilah Sunan Bonang Untuk dirampoknya. Sunan Bonang mengetahui niatnya. Dia mengeluarkan kesaktiannya menjelma menjadi empat, lima Sunan Bonang asli. Seluruhnya sama rupanya. Mereka mengepung dan menghadang Lokajaya. Lokajaya cepat berlari hendak meloloskan diri. Tapi, kemampuan Lokajaya untuk pergi dapat dihadangnya. 

Lokajaya menuju ke barat, ke timur dipukul, ke selatan dipukul, ke utara juga dijaga. Mati kutulah Lokajaya. la duduk lemah lunglai. Sunan Bonang mendekat, Lokajaya ketakutan lalu bertobat, ingat kepada Hyang Widi, “Hamba berserah diri kepada paduka". 

“Kamu betuI-betul bertobat kepadaku?” “ya tuan, saya ingin tetap hidup, sekehendak tuan saya ikuti.” “Jangan pergi kamu. tunggulah tongkat saya. Jangan sampai kamu pergi bila aku belum datang”. Jawabnya, “baik tuan”. Sunan Bonang kemudian pulang ke desa tempat tinggalnya dan Lokajaya ditinggal. 

Dalam penyebaran Islamnya, Sunan Kalijaga menggunakan kesenian, antara lain dengan wayang, sastra dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti Walisongo untuk menarik perhatian masyarakat. Sehingga mereka tertarik pada ajaran-ajaran Islam. Sebagian wayang masih diambil dari cerita Mahabarata dan Ramayana. tetapi di dalam cerita itu disispkan ajaran agama dan nama-nama pahlawan Islam. 

Sunan Kalijaga juga berperan aktif dan berjasa dalam pendirian Masjid Agung Demak, membuat 4 tiang pokok (saka guru), dan menentukan kiblat Masjid Demak agar sesuai menghadap ke arah Ka'bah. Masjid ini sampai kini masih dikunjungi muslim di seluruh nusantara, bahkan manca negara. Masjid ini menjadi pusat agama terpenting di Jawa dan memberikan peran besar dalam upaya menuntaskan islamisasi di seluruh Jawa, termasuk daerah-daerah pedalaman. Masjid Agung Demak di samping sebagai tempat ibadah, juga tempat pendidikan mengingat lembaga pendidikan pesantren pada masa awal ini belum menemukan bentuknya yang final. Masjid dan pesantren sesungguhnya merupakan “center of excellence” yang saling mendukung dan melengkapi dalam membentuk kepribadian muslim. Di antara ajaran-ajaran Sunan Kalijaga yang sering disampaikan kepada para santrinya di Kadilangu adalah: 

Aja seneng yen lagi darbe panguwasa, serik yen lagi ora darbe penguasa, jalaran kuwi bakal ana bebendune dhewe-dhewe. Aja mung kepengin menang dhewe kang bisa marakake crahing negara Ian bangsa, kudu seneng rerembugan njaga ketentreman lahir batin.

Jangan hanya senang kalau sedang mempunyai kekuasaan, sakit hati kalau sedang tidak mempunyai kekuasaan, sebab hal itu akan ada akibatnya sendiri-sendiri. Jangan hanya ingin menang sendiri yang dapat menyebabkan perpecahan negara dan bangsa, melainkan harus senang bermusyawarah demi menjaga ketenteraman lahir-batin. 

Di Kadilangu Demak, Sunan Kalijaga menetap lama hingga akhir hayatnya. Kadilangu juga merupakan tempatnya membina kehidupan rumah tangganya. Beliau diperkirakan hidup dalam empat era dasawarsa pemerintahan, yakni masa Majapahit (sebelum tahun 1478), kesultanan Demak (1481-1546), kesultanan Pajang (1546-1568), dan awal pemerintahan Mataram (1580-an). Adapun tahun wafatnya tidak diketahui dengan pasti hanya saja diperkirakan dia wafat pada tahun 1586, atau dalam usia sekitar mencapai 131 tahun. Jenazahnya dikebumikan di desa Kadilangu, kabupaten Demak, di sebelah timur laut dari kota Bintoro. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M)

Nama lengkapnya adalah Maulana Mahdum Ibrahim as-Samarkandy , diperkirakan lahir di Samarkand Uzbekistan Asia Tengah, pada paruh pertama abad ke-14 M. Beliau mempunyai hubungan kerabat dengan Maulana Ishak, seorang ulama ternama di Samudera Pasai yang merupakan ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ishak dan Ibrahim adalah anak ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubra, yang bertempat tinggal di Samarkand. Beliau diyakini sebagai generasi ke-10 dari Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad Saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bertempat tinggal di Campa, Kamboja, selama 13 (tiga belas) tahun, mulai tahun 1379 sampai 1392 M, dan menikah dengan putri raja Campa. Dari perkawinan ini lahir dua putra yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadho (Raden Santri).  Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, pada tahun 1392 M. Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. sebelum beliau datang, Islam sudah ada, walaupun belum berkembang, ini dibuktikan dengan adany

Pendekatan Dakwah Wali Songo

Kesuksesan walisongo dalam menyebarkan ajaran Islam bukan serta merta sukses tanpa proses panjang dan perencanaan besar dalam kerangka filosofis. Peleburan diri mereka dengan budaya dan karakter masyarakat Jawa adalah implementasi kongkritnya. Berdasarkan penjelasan di atas, sejarah mencatat bahwa metode dakwah islamisasi walisongo melalui beberapa pendekatan, yaitu:  1. Pendidikan  Para wali, pada mulanya mendirikan tempat ibadah/masjid. Masjid waktu itu bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah semata, tetapi juga sebagai tempat pendidikan agama Islam atau pesantren. Di dalamnya, dengan dipimpin para wali telah banyak berbagai persoalan masyarakat dapat dipecahkan sesuai ajaran Islam. Tidak hanya itu, masyarakat kecil yang buta aksara juga dapat menyentuh dunia pendidikan, mengingat pada saat itu pendidikan hanya dapat dinikmati oleh para keluarga kerajaan. Sunan Ampel misalnya, sangat fokus melakukan dakwah melalui pendidikan dengan membangun pesantren sebagai tempat belajar. Pesa

Sunan Giri (w. 1506 M)

Sunan Giri nama aslinya adalah Raden Paku. Nama ini diberikan Raden Rahmat atau Sunan Ampel sesuai dengan pesan ayahnya sendiri sebelum meninggalkan Jawa Timur. Nama-nama lain Sunan Giri adalah Ainul Yaqin, Abdul Faqih, Prabu Satmata, dan Jaka Samodra; nama ini adalah pemberian ibu angkatnya, ketika beliau masih kecil. Sedangkan mengenai gelar Prabu Satmata sendiri adalah merupakan suatu gelar kebesaran sebagai anugrah Tuhan ketika beliau menjabat sebagai penguasa atau raja di wilayah Giri Gresik.  Sunan Giri lahir di Blambangan Jawa Timur pada tahun 1443 M. Beliau adalah putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja. Masa kecil Sunan Giri dibawah asuhan ibu angkatnya yaitu Nyi Ageng Pinatih saudagar kaya dari Gresik. Pada umur 12 tahun, ibu angkatnya membawa Sunan Giri ke pesantren Ampel Denta. Di Ampel, beliau menjadi murid kesayangan Sunan Ampel bersama Sunan Bonang, yang tak lain adalah putra Sunan Ampel sendiri. Beberapa ilmu yang dipelajari Sunan