Langsung ke konten utama

Kerajaan Perlak (840-1292 M)

Hasil Seminar Sejarah Islam di Medan tahun 1963, telah menyimpulkan bahwa kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Kerajaan Perlak. Kesimpulan seminar tersebut kemudian dikukuhkan dalam Seminar Sejarah Islam di Banda Aceh tahun 1978. Kesimpulan ini kemudian dikukuhkan lagi dalam Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara tahun 1980 di Banda Aceh. 

Sumber-sumber dan bukti sejarah yang dapat digunakan berkaitan dengan keberadaan kerajaan Perlak paling tidak ada dua, yakni pertama naskah-naskah tua berbahasa Melayu dan kedua ditemukannya bukti-bukti arkeologis peninggalan sejarah. Naskah-naskah tua yang dijadikan sebagai rujukan mengenai keberadaan Kerjaan Perlak paling tidak ada tiga yakni; 

  1. Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi, karya Abu Ishak Makarani Al-Fasy; 
  2. Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan as Salathin, karangan Syekh Syamsul Bahri Abdullah As-Asyi; 
  3. Silsilah Raja-Raja Perlak dan Pasai, catatan Sayid Abdullah Ibn Sayid Habib Saifuddin. 

Ketiga naskah tua tersebut mencatat bahwa Kerajaan Islam pertama Nusantara adalah Kerajaan Islam Perlak. Hanya di sana-sini terdapat perbedaan tahun dan tempat, karena mungkin terjadi karena kekurang telitian para penyalinnya. Misalnya, mengenai tahun berdirinya kerajaan Perlak, Kitab Idharatul Haq Ii Mamlakatil Ferlah wal Fasi menyebut tahun 225 sementara Tazkirah Thabakat Jumu Sulthan As Salathin menyebut tahun 227. Secara tegas Kitab Idharul Haq Ii Mamlakatil Ferlah wal Fasi menyebutkan bahwa kerajaan Perlak didirikan pada tanggal 1 Muharam 225 H (840 M) dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah, yang semula bernama Sayid Abdul Aziz. Sedangkan bukti-bukti peninggalan sejarah yang dapat dijadikan dasar untuk mendukung dan membuktikan mengenai keberadaan Kerajaan Perlak ada tiga yaitu; 

  • mata uang Perlak, 
  • stempel kerajaan dan 
  • makam raja-raja Benoa. 

Mata uang Perlak ini diyakini merupakan mata uang tertua yang diketemukan di Nusantara. Ada tiga jenis mata uang yang ditemukan, yakni masing-masing dari emas (dirham), Perak (kupang), dan dari tembaga atau kuningan. Pada sebuah sisi mata uang emas tersebut tertulis “al-A'la” sedang pada sisi yang lain tertulis “Sultan”. Dimungkinkan yang dimaksud dalam tulisan di kedua sisi mata uang itu adalah Putri Nurul A'la yang menjadi Perdana Menteri pada masa Sultan Makhdum Alaidin Ahmad

mata uang perlak

Syah Jouhan Berdaulat, yang memerintah Perlak tahun 501-527 H (1108-1134 M). Mata uang perak (kupang) Pada satu sisi mata uang Perak ini tertulis “Dhuribat Mursyidam”, dan pada sisi yang lain tertuliskan “Syah Alam Barinsyah”. Kemungkinan yang dimaksud dalam tulisan kedua sisi mata uang itu adalah Putri Mahkota ultan Makhdum Alaidin Abdul Jalil Syah Jouhan Berdaulat, yang memerintah tahun 592-622 H (119-1225 M). Putri Mahkota ini memerintah Perlak karena ayahnya sakit. Ia memerintah dibantu adiknya yang bernama Abdul Aziz Syah. Mata uang tembaga (kuningan) bertuliskan huruf Arab tetapi belum dapat dibaca. Adanya mata uang yang ditemukan ini menunjukkan bahwa Kerajaan Perlak merupakan sebuah kerajaan yang telah maju. 

Stempel kerajaan ini bertuliskan huruf Arab, model tulisan tenggelam yang membentuk kalimat “Al-Wasiq Billah Kerajaan Negeri Bendahara Sanah 512”. Kerajaan Negeri Bendahara adalah menjadi bagian dari Kerajaan Perlak. Makam Raja Benoa bukti lain yang memperkuat keberadaan Kerajaan Perlak adalah makam dari salah seorang raja Benoa di tepi Sungai Trenggulon. Batu nisan makam tersebut bertuliskan huruf Arab. Berdasarkan penelitian sejarawan UIN Jakarta Prof. Dr. Hassan Ambari, nisan makam tersebut dibuat pada sekitar abad ke-4 H atau abad ke-11 M. Berdasar catatan Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi, Benoa adalah negara bagian dari Kerajaan Perlak. Bukti-bukti peninggalan sejarah yang diketemukan tersebut semakin memperkuat keberadaan Kerajaan Perlak sebagai kerajaan tertua bercorak Islam di Indonesia.

Raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Perlak adalah sebagai berikut. 

  1. Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah (225-249 H/840-864 M).
  2. Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdurrahim Syah (249-285 H/864-888 M). 
  3. Sultan Alaidin Sayid Maulana Abbas Syah (285-300 H/888-913 M). 
  4. Sultan Alaidin Sayid Maulana Ali Mughayat Syah (302-305 H/915-918 M).
  5. Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Kadir Syah Jouhan Berdaulat (306-310 H/918-922 M). 
  6. Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah Jouhan Berdaulat (310-334 H/922-946 M). 
  7. Sultan Makhdum Alaidin Malik Jouhan Berdaulat (334-361 H/946-973 M). 
  8. a. Sultan Alaidin Sayid Maulana Mahmud Syah (365-377 H/976-988 M) 
  9. b. Sultan Makhdum Alaidin Malik Ibrahim Syah Jouhan Berdaulat (365-402 H/976-1012 M)
  10. Sulthan Makhdum Alaidin Malik Mahmud Syah Jouhan Berdaulat (402-450 H/1012-1059 M) 
  11. Sultan Makhdum Alaidin Mansyur Syah Jouhan Berdaulat (450-470 H/1059-1078 M). 
  12. Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdullah Syah Jouhan Berdaulat (470-501 H/1078-1108 M). 
  13. Sultan Makhdum Alaidin Malik Ahmad Syah Jouhan Berdaulat (501-527 H/1108-1134 M). 
  14. Sultan Makhdum Malik Mahmud Syah Johan Berdaulat (527-522 H/1134-1158 M). 
  15. Sultan Makhdum Alaidin Malik Usman Syah Johan Berdaulat (552-565 H/1158-1170 M) 
  16. Sultan Mahdum Alaidin Malik Muhammad Syah Johan Berdaulat (565592 H/1170-1196 M). 
  17. Sultan Makhdum Alaidjn Malik Abdul Jalil Syah Johan Berdaulat (592-622 H/11961225 M) 
  18. Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan berdaulat (622-662 H/1225-1263 M). 
  19. Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (662-692 H/1263-1292 M). 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M)

Nama lengkapnya adalah Maulana Mahdum Ibrahim as-Samarkandy , diperkirakan lahir di Samarkand Uzbekistan Asia Tengah, pada paruh pertama abad ke-14 M. Beliau mempunyai hubungan kerabat dengan Maulana Ishak, seorang ulama ternama di Samudera Pasai yang merupakan ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ishak dan Ibrahim adalah anak ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubra, yang bertempat tinggal di Samarkand. Beliau diyakini sebagai generasi ke-10 dari Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad Saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bertempat tinggal di Campa, Kamboja, selama 13 (tiga belas) tahun, mulai tahun 1379 sampai 1392 M, dan menikah dengan putri raja Campa. Dari perkawinan ini lahir dua putra yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadho (Raden Santri).  Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, pada tahun 1392 M. Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. sebelum beliau datang, Islam sudah ada, walaupun belum berkembang, ini dibuktikan dengan adany

Pendekatan Dakwah Wali Songo

Kesuksesan walisongo dalam menyebarkan ajaran Islam bukan serta merta sukses tanpa proses panjang dan perencanaan besar dalam kerangka filosofis. Peleburan diri mereka dengan budaya dan karakter masyarakat Jawa adalah implementasi kongkritnya. Berdasarkan penjelasan di atas, sejarah mencatat bahwa metode dakwah islamisasi walisongo melalui beberapa pendekatan, yaitu:  1. Pendidikan  Para wali, pada mulanya mendirikan tempat ibadah/masjid. Masjid waktu itu bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah semata, tetapi juga sebagai tempat pendidikan agama Islam atau pesantren. Di dalamnya, dengan dipimpin para wali telah banyak berbagai persoalan masyarakat dapat dipecahkan sesuai ajaran Islam. Tidak hanya itu, masyarakat kecil yang buta aksara juga dapat menyentuh dunia pendidikan, mengingat pada saat itu pendidikan hanya dapat dinikmati oleh para keluarga kerajaan. Sunan Ampel misalnya, sangat fokus melakukan dakwah melalui pendidikan dengan membangun pesantren sebagai tempat belajar. Pesa

Sunan Giri (w. 1506 M)

Sunan Giri nama aslinya adalah Raden Paku. Nama ini diberikan Raden Rahmat atau Sunan Ampel sesuai dengan pesan ayahnya sendiri sebelum meninggalkan Jawa Timur. Nama-nama lain Sunan Giri adalah Ainul Yaqin, Abdul Faqih, Prabu Satmata, dan Jaka Samodra; nama ini adalah pemberian ibu angkatnya, ketika beliau masih kecil. Sedangkan mengenai gelar Prabu Satmata sendiri adalah merupakan suatu gelar kebesaran sebagai anugrah Tuhan ketika beliau menjabat sebagai penguasa atau raja di wilayah Giri Gresik.  Sunan Giri lahir di Blambangan Jawa Timur pada tahun 1443 M. Beliau adalah putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja. Masa kecil Sunan Giri dibawah asuhan ibu angkatnya yaitu Nyi Ageng Pinatih saudagar kaya dari Gresik. Pada umur 12 tahun, ibu angkatnya membawa Sunan Giri ke pesantren Ampel Denta. Di Ampel, beliau menjadi murid kesayangan Sunan Ampel bersama Sunan Bonang, yang tak lain adalah putra Sunan Ampel sendiri. Beberapa ilmu yang dipelajari Sunan