Langsung ke konten utama

Sunan Giri (w. 1506 M)

Sunan Giri nama aslinya adalah Raden Paku. Nama ini diberikan Raden Rahmat atau Sunan Ampel sesuai dengan pesan ayahnya sendiri sebelum meninggalkan Jawa Timur. Nama-nama lain Sunan Giri adalah Ainul Yaqin, Abdul Faqih, Prabu Satmata, dan Jaka Samodra; nama ini adalah pemberian ibu angkatnya, ketika beliau masih kecil. Sedangkan mengenai gelar Prabu Satmata sendiri adalah merupakan suatu gelar kebesaran sebagai anugrah Tuhan ketika beliau menjabat sebagai penguasa atau raja di wilayah Giri Gresik. 

Sunan Giri lahir di Blambangan Jawa Timur pada tahun 1443 M. Beliau adalah putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja. Masa kecil Sunan Giri dibawah asuhan ibu angkatnya yaitu Nyi Ageng Pinatih saudagar kaya dari Gresik. Pada umur 12 tahun, ibu angkatnya membawa Sunan Giri ke pesantren Ampel Denta. Di Ampel, beliau menjadi murid kesayangan Sunan Ampel bersama Sunan Bonang, yang tak lain adalah putra Sunan Ampel sendiri.

Beberapa ilmu yang dipelajari Sunan Giri di Ampel adalah fikih, tafsir, hadis, dan nahwu-saraf. Beliau termasuk santri yang cerdas, taat kepada sang guru, dan mudah bergaul. Atas dasar inilah, Sunan Ampel mengawinkan putrinya bernama Dewi Murtasiyah, adik Sunan Bonang. 

Tidak cukup belajar di pesantren Ampel, atas anjuran Sunan Ampel, Sunan Giri dan Sunan Bonang diminta pergi ke Mekah, dan mampir ke salah satu pesantren di Pasai untuk belajar ilmu agama pada Maulana Ishak, ayah Sunan Giri sendiri. Setelah belajar di Pasai, kedua Sunan minta izin ke Maulana Ishak untuk pergi ke Mekah. Maulana Ishak malah minta keduanya untuk kembali ke Jawa Timur guna menyebarkan agama Islam. Keduanya pun mentaati nasehat Maulana Ishak.

Setibanya di Jawa Timur, Sunan Giri terjun ke dunia perdagangan, atas anjuran ibu angkatnya Nyi Ageng Pinatih, sebagai bekal untuk mencukupi nafkah diri dan keluarga, waktu itu usia Sunan Giri sekitar 23 tahun. Atas perintah Nyi Ageng, beliau berniaga didampingi oleh Abu Hurairah juragan dari Kamboja, berdagang ke pulau Kalimantan (Banjar). Beliau membawa barang dagangan berupa kain batik, gula, dan hasil bumi dari Jawa ke Banjar. Sesampainya di Banjar, beliau mendapat sambutan hangat dari syahbandar setempat. Masyarakat juga memberi tanggapan baik, dan mereka berduyun-duyun membeli barang dagangan Sunan Giri. Fakir miskin, oleh Sunan Giri diberikan cuma-cuma, sedangkan bagi pedagang eceran dan pembeli-pembeli lainnya, diberi waktu tenggang 10 hari untuk membayar tanpa bunga. Masyarakat sangat senang sekali dengan cara berdagang Sunan Giri. Di sela-sela berdagang, beliau juga menyebarkan agama Islam. 

Setelah melakukan dakwah melalui cara berniaga, Sunan Giri mulai merealisasikan pesan gurunya Maulana Ishak, untuk mencari tempat sebagai pusat untuk berdakwah di Jawa Timur. Dalam usaha untuk mencari tempat strategis itu, beliau bermunajat, bertafakkur di dalam goa selama 40 hari 40 malam. Setelah bertafakkur, beliau mendapatkan tempat yang letaknya di bukit sebelah selatan kota Gresik, yaitu bukit Giri pada tahun 1481 M. Kemudian dia mendirikan pondok pesantren dengan nama Pesantren Giri. Tidak berselang lama hanya dalam waktu tiga -tahun pesantren tersebut terkenal di seluruh Nusantara. 

Menurut sejarawan H.J. De Graaf, lahirnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak, Pajang, dan Mataram, tidak lepas dari peranan Sunan Giri. Bahkan pengaruhnya melintas sampai ke luar pulau Jawa, seperti Makasar, Hitu, dan Ternate. Konon, seorang raja tidak dianggap sah apabila belum mendapat restu dari Sunan Giri. Pengaruh Sunan Giri tercatat dalam naskah sejarah Through Account of Ambon, serta berita orang Portugis dan Belanda di kepulauan Maluku. Dalam naskah tersebut, kedudukan Sunan Giri disamakan dengan Paus bagi umat Katholik Roma, atau khalifah bagi umat Islam.

Sunan Giri pernah menjadi hakim dalam perkara pengadilan Syekh Siti Jenar, seorang wali yang dianggap murtad karena menyebarkan faham Pantheisme dan meremehkan syariat Islam yang disebarkan para wali lainnya. Dengan demikian Sunan Giri ikut menghambat tersebarnya aliran yang bertentangan dengan faham Ahlussunnah wal Jama'ah. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M)

Nama lengkapnya adalah Maulana Mahdum Ibrahim as-Samarkandy , diperkirakan lahir di Samarkand Uzbekistan Asia Tengah, pada paruh pertama abad ke-14 M. Beliau mempunyai hubungan kerabat dengan Maulana Ishak, seorang ulama ternama di Samudera Pasai yang merupakan ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ishak dan Ibrahim adalah anak ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubra, yang bertempat tinggal di Samarkand. Beliau diyakini sebagai generasi ke-10 dari Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad Saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bertempat tinggal di Campa, Kamboja, selama 13 (tiga belas) tahun, mulai tahun 1379 sampai 1392 M, dan menikah dengan putri raja Campa. Dari perkawinan ini lahir dua putra yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadho (Raden Santri).  Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, pada tahun 1392 M. Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. sebelum beliau datang, Islam sudah ada, walaupun belum berkembang, ini dibuktikan dengan adany

Pendekatan Dakwah Wali Songo

Kesuksesan walisongo dalam menyebarkan ajaran Islam bukan serta merta sukses tanpa proses panjang dan perencanaan besar dalam kerangka filosofis. Peleburan diri mereka dengan budaya dan karakter masyarakat Jawa adalah implementasi kongkritnya. Berdasarkan penjelasan di atas, sejarah mencatat bahwa metode dakwah islamisasi walisongo melalui beberapa pendekatan, yaitu:  1. Pendidikan  Para wali, pada mulanya mendirikan tempat ibadah/masjid. Masjid waktu itu bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah semata, tetapi juga sebagai tempat pendidikan agama Islam atau pesantren. Di dalamnya, dengan dipimpin para wali telah banyak berbagai persoalan masyarakat dapat dipecahkan sesuai ajaran Islam. Tidak hanya itu, masyarakat kecil yang buta aksara juga dapat menyentuh dunia pendidikan, mengingat pada saat itu pendidikan hanya dapat dinikmati oleh para keluarga kerajaan. Sunan Ampel misalnya, sangat fokus melakukan dakwah melalui pendidikan dengan membangun pesantren sebagai tempat belajar. Pesa