Langsung ke konten utama

Pusat Peradaban Masa Dinasti Bani Abbasiyah: Bagdad

Sejarah mencatat bahwa Bagdad sebagai ibu kota Dinasti Bani Abbasiyah merupakan kota dengan peradaban tingkat tinggi, khususnya zaman keemasan Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809). Pada saat itu, Bagdad muncul sebagai pusat dunia dalam segala aspeknya dengan kemakmuran dan peran internasional yang sangat luar biasa. Boleh dikatakan bahwa Bagdad menjadi satu-satunya saingan kerajaan Byzantium. Kejayaannya seiring dengan kemakmuran kerajaan, terutama ibu kotanya. Saat itulah, Bagdad menjadi kota yang tiada bandingannya di seluruh dunia (Philip K. Hitti: 375). Setelah Bagdad, terdapat dua kerajaan Islam yang juga mengalami kemajuan, yaitu Dinasti Fatimiyah di Mesir dan Dinasti Bani Umayyah di Andalusia Spanyol.

Di Bagdad terdapat bangunan istana kerajaan sangat megah, di dalamnya terdapat ruangan untuk para harem, pembantu laki-laki yang dikebiri, dan pejabat-pejabat khusus, menempati sepertiga dari kota lingkaran itu. Bagian Yang paling mengesankan adalah ruang pertemuan yang dilengkapi dengan karpet, gorden, dan bantal terbaik dari Timur. Menurut riwayat, istri sepupu khalifah, Zubaydah, hanya mau menggunakan gelas yang terbuat dari perak dan emas yang dihiasi dengan batu-batu berharga. Dia adalah orang yang menetapkan standar, dan orang pertama yang menghias sepatunya dengan batu-batu berharga. Ulayyah, anak perempuan al-Mahdi, saudara perempuan Harun, menjadi perempuan pertama yang mengenakan pengikat kepala berhiaskan permata, sehingga pengikat kepala ala Ulayyah kemudian ditiru oleh dunia mode pada saat itu (Philip K. Hitti: 375-376).

Kemegahan dan keagungan istana diperlihatkan secara penuh ketika ada acara-acara seremonial seperti pengangkatan seorang khalifah, resepsi pernikahan, haji, penyambutan duta-duta asing. Pada tahun 917, Khalifah al-Muqtadir mengadakan upacara megah dan meriah di istananya menyambut para utusan raja muda Konstantine VII yang membawa misi pertukaran dan penebusan tawanan. Upacara tersebut melibatkan 160.000 pasukan, 7.000 orang kulit putih dan kulit hitam, 700 pegawai rumah tangga istana, parade 100 ekor singa. Dalam istana khalifah digantungkan 38.000 tirai, 12.500 diantaranya dihiasi dengan emas, dan 22.000 permadani. Para utusan yang datang sangat kagum dengan keindahan yang mereka saksikan, sehingga mengira bahwa ruang rumah tangga istana, dan ruang wazir adalah ruang pertemuan khalifah. Mereka juga sangat terkesan dengan ruang pohon (dar as-syajarah) yang berisi sebatang pohon tiruan dari emas dan perak seberat 500.000 gram, yang pada dahan-dahannya bertengger burung-burung dari logam-logam berharga yang dirancang sedemikian rupa sehingga terus berkicau dengan alat otomatis. Mereka juga kagum melihat kebun dengan pohon-pohon kurma bonsai, yang melalui pembudidayaan khusus menghasilkan kurma jenis langka (Philip K. Hitt: 736-737).

Pelabuhan Bagdad yang terletak di lembah Tigris-Efrat juga menjadi pusat perdagangan dan perekonomian. Di sepanjang pelabuhan, berlabuh kapal-kapal perang, pesiar, dagang, mulai dari buatan lokal sampai buatan Cina. Di tempat-tempat pameran dijual berbagal proselen, sutera, dan parfum dari Cina; rempah-rempah, minuman ringan dan pewarna dari India dan kepulauan Melayu; batu rubi, batu-batuan mulia, kain dan budak dari Turki di Asia Tengah; madu, minyak, bulu binatang, dan budak kulit putih dari Skandinavia dan Rusia; gading, bubuk emas, dan budak kulit hitam dari Afrika Timur. Sarana perhubungan antara bagian Timur dan Barat kuta dilayani oleh tiga jembatan seperti jembatan-jembatan Bagdad saat ini. Dari Bagdad dan pusat pelabuhan lainnya, para pedagang Arab mengirim permata, kain, cermin, tasbih, kaca, dan lain-lain ke Timur Jauh, Eropa, dan Afrika, Baru baru ini ditemukan cadangan uang logam Arab di Rusia, Finlandia, Jerman, dan Swedia, membuktikan bahwa telah ada hubungan perdagangan dengan orang-orang Arab pada masa-masa itu dan sesudahnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M)

Nama lengkapnya adalah Maulana Mahdum Ibrahim as-Samarkandy , diperkirakan lahir di Samarkand Uzbekistan Asia Tengah, pada paruh pertama abad ke-14 M. Beliau mempunyai hubungan kerabat dengan Maulana Ishak, seorang ulama ternama di Samudera Pasai yang merupakan ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ishak dan Ibrahim adalah anak ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubra, yang bertempat tinggal di Samarkand. Beliau diyakini sebagai generasi ke-10 dari Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad Saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bertempat tinggal di Campa, Kamboja, selama 13 (tiga belas) tahun, mulai tahun 1379 sampai 1392 M, dan menikah dengan putri raja Campa. Dari perkawinan ini lahir dua putra yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadho (Raden Santri).  Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, pada tahun 1392 M. Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. sebelum beliau datang, Islam sudah ada, walaupun belum berkembang, ini dibuktikan dengan adany

Pendekatan Dakwah Wali Songo

Kesuksesan walisongo dalam menyebarkan ajaran Islam bukan serta merta sukses tanpa proses panjang dan perencanaan besar dalam kerangka filosofis. Peleburan diri mereka dengan budaya dan karakter masyarakat Jawa adalah implementasi kongkritnya. Berdasarkan penjelasan di atas, sejarah mencatat bahwa metode dakwah islamisasi walisongo melalui beberapa pendekatan, yaitu:  1. Pendidikan  Para wali, pada mulanya mendirikan tempat ibadah/masjid. Masjid waktu itu bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah semata, tetapi juga sebagai tempat pendidikan agama Islam atau pesantren. Di dalamnya, dengan dipimpin para wali telah banyak berbagai persoalan masyarakat dapat dipecahkan sesuai ajaran Islam. Tidak hanya itu, masyarakat kecil yang buta aksara juga dapat menyentuh dunia pendidikan, mengingat pada saat itu pendidikan hanya dapat dinikmati oleh para keluarga kerajaan. Sunan Ampel misalnya, sangat fokus melakukan dakwah melalui pendidikan dengan membangun pesantren sebagai tempat belajar. Pesa

Sunan Giri (w. 1506 M)

Sunan Giri nama aslinya adalah Raden Paku. Nama ini diberikan Raden Rahmat atau Sunan Ampel sesuai dengan pesan ayahnya sendiri sebelum meninggalkan Jawa Timur. Nama-nama lain Sunan Giri adalah Ainul Yaqin, Abdul Faqih, Prabu Satmata, dan Jaka Samodra; nama ini adalah pemberian ibu angkatnya, ketika beliau masih kecil. Sedangkan mengenai gelar Prabu Satmata sendiri adalah merupakan suatu gelar kebesaran sebagai anugrah Tuhan ketika beliau menjabat sebagai penguasa atau raja di wilayah Giri Gresik.  Sunan Giri lahir di Blambangan Jawa Timur pada tahun 1443 M. Beliau adalah putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja. Masa kecil Sunan Giri dibawah asuhan ibu angkatnya yaitu Nyi Ageng Pinatih saudagar kaya dari Gresik. Pada umur 12 tahun, ibu angkatnya membawa Sunan Giri ke pesantren Ampel Denta. Di Ampel, beliau menjadi murid kesayangan Sunan Ampel bersama Sunan Bonang, yang tak lain adalah putra Sunan Ampel sendiri. Beberapa ilmu yang dipelajari Sunan