Langsung ke konten utama

Sunan Gunung Jati (w. 1568 M)

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir tahun 1448 M dan wafat pada tahun 1568 M dalam usia 120 tahun. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari Raja Pajajaran Raden Manah Rasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina. Syarif Hidayatullah belajar agama sejak berumur 14 tahun dari ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai Negara. Menurut Kitab Purwaka Caruban Nagari, di Mekah Syarif Hidayatullah berguru kepada Syekh Tajmuddin Al-Kubri selama dua tahun, dan pada Syekh Ataulahi Sadzali yang ber-mazhab Syafi'i selama dua tahun. Selain Mekah, ia juga belajar di Baghdad untuk mondok dan belajar ilmu Tasawuf. Setelah Baghdad, Syarif Hidayatullah melanjutkan perjalanan hingga sampai di Gujarat. 

Beberapa saat di Gujarat kemudian Syarif Hidayatullah singgah di Pasai dan sebelum sampai di Cirebon, Syarif Hidayatullah singgah di Banten yang sebagian besar masyarakatnya telah memeluk Islam. Sunan Ampel ternyata telah mengislamkan daerah ini. Di sini Syarif Hidayatullah menyadari tugas para Wali menyebarkan Islam di daerahnya masing-masing, dan Syarif Hidayatullah mendapat tempat di Cirebon. Hubungan keluarga antara Syarif Hidayatullah dan beberapa anggota walisongo mempermudah Syarif Hidayatullah memulai islamisasi di Cirebon. Sesampainya di Cirebon, Syarif Hidayatullah mendirikan kerajaan di Cirebon, dan melepaskan diri dari pengaruh Pajajaran. Cirebon kemudian menjadi kerajaan Islam yang besar, pengaruhnya sampai keseluruh Jawa Barat dan Sunda Kelapa. Perannya sebagai salah satu dari walisongo juga mempermudah sosialisasi Islam di seluruh Jawa bersama para Wali Lainnya.

Pengangkatan Syarif Hidayatullah menjadi Sultan di Cirebon disaksikan anggota walisongo menandakan bahwa Cirebon sudah memiliki hubungan dengan kekuatan Islam lainnya di sepanjang Jawa. Syarif Hidayatullah berperan sebagai mubalig di wilayah Cirebon untuk mengembangkan Islam ke Seluruh Jawa Barat, beliau juga berperan memegang kekuasaan kerajaan di Cirebon. Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya walisongo, yang di samping sebagai mubalig juga sebagai raja. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M)

Nama lengkapnya adalah Maulana Mahdum Ibrahim as-Samarkandy , diperkirakan lahir di Samarkand Uzbekistan Asia Tengah, pada paruh pertama abad ke-14 M. Beliau mempunyai hubungan kerabat dengan Maulana Ishak, seorang ulama ternama di Samudera Pasai yang merupakan ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ishak dan Ibrahim adalah anak ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubra, yang bertempat tinggal di Samarkand. Beliau diyakini sebagai generasi ke-10 dari Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad Saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bertempat tinggal di Campa, Kamboja, selama 13 (tiga belas) tahun, mulai tahun 1379 sampai 1392 M, dan menikah dengan putri raja Campa. Dari perkawinan ini lahir dua putra yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadho (Raden Santri).  Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, pada tahun 1392 M. Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. sebelum beliau datang, Islam sudah ada, walaupun belum berkembang, ini dibuktikan dengan adany

Pendekatan Dakwah Wali Songo

Kesuksesan walisongo dalam menyebarkan ajaran Islam bukan serta merta sukses tanpa proses panjang dan perencanaan besar dalam kerangka filosofis. Peleburan diri mereka dengan budaya dan karakter masyarakat Jawa adalah implementasi kongkritnya. Berdasarkan penjelasan di atas, sejarah mencatat bahwa metode dakwah islamisasi walisongo melalui beberapa pendekatan, yaitu:  1. Pendidikan  Para wali, pada mulanya mendirikan tempat ibadah/masjid. Masjid waktu itu bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah semata, tetapi juga sebagai tempat pendidikan agama Islam atau pesantren. Di dalamnya, dengan dipimpin para wali telah banyak berbagai persoalan masyarakat dapat dipecahkan sesuai ajaran Islam. Tidak hanya itu, masyarakat kecil yang buta aksara juga dapat menyentuh dunia pendidikan, mengingat pada saat itu pendidikan hanya dapat dinikmati oleh para keluarga kerajaan. Sunan Ampel misalnya, sangat fokus melakukan dakwah melalui pendidikan dengan membangun pesantren sebagai tempat belajar. Pesa

Sunan Giri (w. 1506 M)

Sunan Giri nama aslinya adalah Raden Paku. Nama ini diberikan Raden Rahmat atau Sunan Ampel sesuai dengan pesan ayahnya sendiri sebelum meninggalkan Jawa Timur. Nama-nama lain Sunan Giri adalah Ainul Yaqin, Abdul Faqih, Prabu Satmata, dan Jaka Samodra; nama ini adalah pemberian ibu angkatnya, ketika beliau masih kecil. Sedangkan mengenai gelar Prabu Satmata sendiri adalah merupakan suatu gelar kebesaran sebagai anugrah Tuhan ketika beliau menjabat sebagai penguasa atau raja di wilayah Giri Gresik.  Sunan Giri lahir di Blambangan Jawa Timur pada tahun 1443 M. Beliau adalah putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja. Masa kecil Sunan Giri dibawah asuhan ibu angkatnya yaitu Nyi Ageng Pinatih saudagar kaya dari Gresik. Pada umur 12 tahun, ibu angkatnya membawa Sunan Giri ke pesantren Ampel Denta. Di Ampel, beliau menjadi murid kesayangan Sunan Ampel bersama Sunan Bonang, yang tak lain adalah putra Sunan Ampel sendiri. Beberapa ilmu yang dipelajari Sunan