Islam mulai berkembang dan berpengaruh di Maluku sekitar abad ke 15. Islam mula-mula masuk ke Kepulauan Maluku di pelabuhan Hitu, Ambon. Penyebaran Islam ke Maluku dilakukan oleh para pedagang dan mubalig dari Jawa. Waktu itu para pedagang Islam dari Demak, dan Gresik, bahkan dari Malaka sudah banyak yang berdagang di Maluku. Di antara mereka ada juga yang tinggal di daerah tersebut. Hal ini semakin memperlancar proses islamisasi di Maluku. Mubalig dari Jawa Timur yang ikut aktif menyebarkan agama Islam di Maluku adalah Maulana Husain. Dakwah Islam yang diperjuangkan Maulana Husain kemudian dilanjutkan para putra daerah yang telah selesai belajar agama Islam kepada Sunan Giri di Gresik Jawa Timur.
Adanya kegiatan dakwah Islam ke kawasan Maluku disambut baik oleh masyarakat, baik kalangan atas maupun umum, bahkan di antara mereka yang masuk Islam, antara lain Raja Ternate pertama yaitu Raja Gappi Baguna, yang kemudian disebut sebagai Sultan Marhum (1465-1486 M). Setelah wafat, beliau digantikan anaknya bernama Sultan Zaenal Abidin (1486-1500 M). Di tengah memerintah, tahun 1496 M, Sultan Zaenal Abidin pergi ke Jawa untuk belajar ke Sunan Giri, sedangkan urusan pemerintahan diserahkan ke wakilnya bernama Sultan Sirrullah. Beliau sangat aktif menyebarkan Islam, dan menentang keras usaha Portugis menyebarkan agama Kristen. Sultan juga tidak mengizinkan Portugis memonopoli perdagangan di Ternate.
Usaha Sultan Sirrullah tidak dilanjutkan oleh penggantinya, Sultan Khairun (1550-1570 M). Beliau menerima tawaran perundingan dari Gubemur Portugis De Mesquita. Dalam perjanjian itu De Mesquita menganggap bahwa Ternate merupakan bagian dari daerah jajahan Portugis. Pada perkembangan selanjutnya, ketika Sultan Khairun tidak tahan melihat kesewenang-wenangan Portugis di Ternate, tahun 1565 M, ia mengumumkan perang melawan Portugis. Portugis kewalahan dan minta bantuan tentara Portugis yang ada di Gowa dan Malaka.
Sultan Khairun memenangkan peperangan dengan Portugis. Portugis mengajukan perdamaian, dan diterima oleh Sultan Khairun. Sultan mengajukan syarat agar semua orang Portugis keluar dari Ternate dan diperbolehkan tinggal di Ambon. Sultan juga membolehkan Portugis berdagang, asal tidak menyebarkan agama Kristen di wilayah Ternate. Mulanya perjanjian itu akan ditandatangani pada tanggal 28 Pebruari 1570 M, namun sebelum ditandatangani, terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh pengawal pribadi De Mesquita terhadap Sultan Khairun. Kejadian itu menimbulkan kemarahan rakyat Maluku. Baabullah, putra Sultan Khairun, yang dinobatkan sebagai sultan (1570-1583 M), segera memimpim perlawanan. Sultan Tidore juga ikut membantu Ternate untuk melawan Portugis. Benteng Portugis di Ternate dikepung selama lima tahun. Akibatnya, Portugis kekurangan bahan makanan. Tahun 1575 M Portugis menyerah. Mereka tidak dibunuh, tetapi harus meninggalkan benteng Sao Paulo. Orang-orang Portugis kemudian pergi menuju Ambon, dan akhirnya terus ke Timor Timur setelah didesak oleh Belanda. Ternate mencapai zaman keemasan masa pemerintahan Sultan Baabullah. Tahun 1580 Sultan Baabulah Berhasil meluaskan wilayahnya sampai di Sulawesi, Bima, Menado, dan Irian.
Pada tahun 1583 M Sultan Baabullah wafat, dan digantikan anaknya bernama Saiduddin Barakat. Pada masa pemerintahannya, kolonial Belanda mulai datang ke Maluku pada tahun 1599 M untuk berdagang rempah-rempah, kemudian pada tahun 1600 M datang lagi dengan membawa armada perang dipimpin oleh Van Den Hagen. Setelah Sultan Babullah, raja-raja Ternate lemah, di samping itu tentara Belanda dengan peralatan yang serba modern menjadi semakin kuat. Pada paruh kedua abad ke-17 , kerajaan Ternate sudah berakhir, karena sudah dikuasai oleh kolonial Belanda.
Komentar
Posting Komentar