Langsung ke konten utama

Kerajaan Pajang (1546-1582 M)

Raja pertama Kerajaan Pajang adalah Hadiwijaya. Ia berhak memakai gelar sultan (Sultan Hadiwijaya), setelah kedudukannya sebagai Raja Pajang disahkan oleh Sunan Giri. Sultan Hadiwijaya memerintah tahun 1568-1582 M. Ia segera mendapat pengakuan dari adipati-adipati di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Adipati-adipati yang memberi pengakuan itu antara lain dari Pati, Pemalang, Selarong (Banyumas), Krapyak (Kedu Selatan), Purbaya (Madiun), Tuban, Blitar, Kediri, dan Demak yang waktu itu sudah diserahkan kepada Arya Panggiri (anak Sunan Prawoto). 

Tokoh-tokoh yang berjasa dalam usaha penumpasan kekuatan Arya Penangsang diberikan hadiah sesuai janji yang telah ia sampaikan. Misalnya, Ki Ageng Pemanahan (Ki Gede Pemanahan) diberi imbalan tanah daerah Mataram (sekitar Kota Gede dekat Yogyakarta sekarang) dan Hutan Mentaok. Oleh karena itu, Ki Ageng Pemanahan juga terkenal dengan nama Ki Gede Mataram. Ia diangkat sebagai bupati (adipati) di Mataram. Ki Penjawi yang juga sangat berjasa dalam tumbangnya Arya Penagsang diberikan hadiah wilayah Pati. Kemudian putra Ki Ageng Pemanahan, Raden Bagus (Danang) Sutawijaya diambil anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya dan dibesarkan di Istana Pajang. Pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya, Pajang terus mengalami perkembangan. Daerah pengaruhnya cukup luas. Daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan Pajang antara lain, Pati, Pemalang, Selarong (Banyumas), Krapyak (Kedu Selatan), Mataram (Yogyakarta), dan beberapa daerah di Jawa Timur seperti Tuban, Surabaya, Madiun, Blitar, dan Kediri. 


Tahun 1582, Sultan Hadiwijaya meninggal dunia. Dengan meninggalnya Hadiwijaya Arya Panggiri, yang menjadi adipati di Demak, berusaha merebut Pajang. Putra Sultan Hadiwijaya yang bernama Pangeran Benowo dapat disingkirkan. Arya Panggiri kemudian menaiki tahta Pajang untuk melanjutkan darah keturunan Demak. Arya Panggiri kurang mendapat dukungan rakyat Pajang, sebab ia bukan keturunan Hadiwijaya. Hal ini merupakan peluang bagi Pangeran Benowo untuk merebut kembali kekuasaannya. Pangeran Benowo kemudian meminta bantuan kepada Sutawijaya (penguasa Mataram) untuk melawan Arya Panggiri. Bagi Sutawijaya hal ini merupakan kesempatan yang baik untuk menunjukkan kekuatannya. Sutawijaya dan Pangeran Benowo melancarkan serangan terhadap Arya Panggiri di Pajang. Arya Panggiri menyerah dan kemudian dikembalikan ke Demak. Pangeran Benowo sendiri tidak sanggup menjadi raja dan menyerahkan kekuasaannya kepada Sutawijaya. Pusat Kerajaan Pajang kemudian dipindahkan ke Mataram. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Kerajaan Pajang dan muncullah Kerajaan Mataram Islam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M)

Nama lengkapnya adalah Maulana Mahdum Ibrahim as-Samarkandy , diperkirakan lahir di Samarkand Uzbekistan Asia Tengah, pada paruh pertama abad ke-14 M. Beliau mempunyai hubungan kerabat dengan Maulana Ishak, seorang ulama ternama di Samudera Pasai yang merupakan ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ishak dan Ibrahim adalah anak ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubra, yang bertempat tinggal di Samarkand. Beliau diyakini sebagai generasi ke-10 dari Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad Saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bertempat tinggal di Campa, Kamboja, selama 13 (tiga belas) tahun, mulai tahun 1379 sampai 1392 M, dan menikah dengan putri raja Campa. Dari perkawinan ini lahir dua putra yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadho (Raden Santri).  Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, pada tahun 1392 M. Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. sebelum beliau datang, Islam sudah ada, walaupun belum berkembang, ini dibuktikan dengan adany

Pusat Peradaban Masa Dinasti Bani Abbasiyah: Bagdad

Sejarah mencatat bahwa Bagdad sebagai ibu kota Dinasti Bani Abbasiyah merupakan kota dengan peradaban tingkat tinggi, khususnya zaman keemasan Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809). Pada saat itu, Bagdad muncul sebagai pusat dunia dalam segala aspeknya dengan kemakmuran dan peran internasional yang sangat luar biasa. Boleh dikatakan bahwa Bagdad menjadi satu-satunya saingan kerajaan Byzantium. Kejayaannya seiring dengan kemakmuran kerajaan, terutama ibu kotanya. Saat itulah, Bagdad menjadi kota yang tiada bandingannya di seluruh dunia (Philip K. Hitti: 375). Setelah Bagdad, terdapat dua kerajaan Islam yang juga mengalami kemajuan, yaitu Dinasti Fatimiyah di Mesir dan Dinasti Bani Umayyah di Andalusia Spanyol. Di Bagdad terdapat bangunan istana kerajaan sangat megah, di dalamnya terdapat ruangan untuk para harem, pembantu laki-laki yang dikebiri, dan pejabat-pejabat khusus, menempati sepertiga dari kota lingkaran itu. Bagian Yang paling mengesankan adalah ruang pertemuan yang dilengkapi de

Pendekatan Dakwah Wali Songo

Kesuksesan walisongo dalam menyebarkan ajaran Islam bukan serta merta sukses tanpa proses panjang dan perencanaan besar dalam kerangka filosofis. Peleburan diri mereka dengan budaya dan karakter masyarakat Jawa adalah implementasi kongkritnya. Berdasarkan penjelasan di atas, sejarah mencatat bahwa metode dakwah islamisasi walisongo melalui beberapa pendekatan, yaitu:  1. Pendidikan  Para wali, pada mulanya mendirikan tempat ibadah/masjid. Masjid waktu itu bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah semata, tetapi juga sebagai tempat pendidikan agama Islam atau pesantren. Di dalamnya, dengan dipimpin para wali telah banyak berbagai persoalan masyarakat dapat dipecahkan sesuai ajaran Islam. Tidak hanya itu, masyarakat kecil yang buta aksara juga dapat menyentuh dunia pendidikan, mengingat pada saat itu pendidikan hanya dapat dinikmati oleh para keluarga kerajaan. Sunan Ampel misalnya, sangat fokus melakukan dakwah melalui pendidikan dengan membangun pesantren sebagai tempat belajar. Pesa