Langsung ke konten utama

Kerajaan Demak (1500-1546 M)

 1. Pemerintahan Raden Patah (1500-1518 M) 

Sultan pertama kerajaan Demak adalah Raden Patah. Ia bergelar Sultan Akbar al-Fatah. Raden Patah adalah putra Raja Kertabumi (Brawijaya V) dari Majapahit dengan putri Cina. Pada waktu itu Raden Patah sebagai Bupati Demak, yang secara resmi masih di bawah kekuasaan Majapahit. Setelah Demak menjadi kuat dan ketika Majapahit dipegang oleh Girindrawarna, pada tahun 1500 M, Raden Patah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Dengan dibantu oleh wali, Raden Patah kemudian memproklamasikan berdirinya Kerajaan Islam yang terkenal dengan sebutan Kesultanan Demak. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan Demak kemudian berkembang menjadi kerajaan besar. 

Dipimpin oleh Raden Patah, dan dibantu oleh para wali, Demak berkembang menjadi pusat penyebaran agama Islam yang sangat penting. Pada tahun 1511 M, Malaka jatuh ke tangan Portugis. Kejatuhan Malaka menjadikan Demak menjadi semakin penting peranannya sebagai pusat penyebaran agama Islam. Di lain pihak hal itu merupakan ancaman bagi kekuatan Demak di Jawa. Pada tahun 1513 Demak mengirim armada lautnya yang berkekuatan seratus kapal besar untuk menyerang Portugis di Malaka. Penyerangan ke Malaka dipimpin oleh Pati Unus, putra Raden Patah. Itulah sebabnya Pati Unus kemudian dikenal dengan nama Pangeran Sabrang Lor karena pernah menyeberang ke utara, yaitu ke Malaka (sebelah utara Jawa). Pasukan Pati Unus ternyata belum berhasil mengalahkan tentara Portugis di Malaka, karena secara militer, peralatan perang yang dimiliki Portugis lebih lengkap.


2. Pati Unus (1518-1521 M) 

Tahun 1518 Raden Patah wafat. Raden Patah digantikan oleh putranya, bernama Pati Unus. Ia memerintah tahun 1518-1521 M. Pati Unus terkenal sebagai panglima perang yang gagah berani. Pada masa kekuasaannya, Pati Unus memperkuat angkatan laut Demak untuk meningkatkan pertahanan laut. Hal ini dimaksudkan untuk membendung kekuatan Portugis agar tidak masuk ke Jawa. Pati Unus melarang pengiriman beras dari Jawa ke Malaka. Ia memerintahkan seorang tokoh bemama Katir untuk mengadakan blokade terhadap Malaka, sehingga Portugis kekurangan pangan. 

3. Sultan Trenggana (1521-1546 M) 

Pada tahun 1521, Pati Unus wafat, tanpa meninggalkan putra. Oleh sebab itu ia kemudian digantikan oleh adiknya bernama Sultan Trenggana. Ia memerintah tahun 1521-1546 M. Sultan Trenggana dikenal sebagai sultan yang bijaksana dan gagah berani. Pada masa pemerintahannya, Demak mencapai zaman keemasan. Ia meluaskan kekuasaannya ke Jawa Barat dan Jawa Timur. Musuh utama Kerajaan Demak adalah Portugis di Malaka. Waktu itu Portugis mulai meluaskan pengaruhnya ke Jawa Barat. Portugis juga merencanakan mendirikan benteng dan kantor dagang di Sunda Kelapa (hasil perjanjian antara Nrique Eme, utusan Portugis dengan penguasa Pajajaran). Hal ini menimbulkan kemarahan dan ketidakpuasan bagi Demak. 

Oleh karena itu, pada tahun 1522 M, Demak mengirimkan tentaranya di bawah pimpinan Fatahillah. Pengiriman pasukan ini dimaksudkan untuk menaklukkan Jawa Barat sekaligus untuk mengusir tentara Portugis. Akhirnya terjadilah pertempuran antara tentara Fatahillah dan tentara Portugis. Pada tahun 1527, tentara Demak di bawah pimpinan Fatahillah berhasil mengalahkan dan mengulir orang-orang Portugis dari Sunda Kelapa. Setelah Sunda Kelapa berhasil diduduki oleh Fatahillah, nama Sunda Kelapa diganti dengan Jayakarta yang artinya kemenangan. Jayakarta kemudian menjadi Jakarta, ibu kota Repuka Indonesia sekarang. Di samping menaklukkan Jawa Barat, Demak juga menaklukkan daerah-daerah di Jawa Timur. Ekspedisi ke Jawa Timur dipimpin oleh Sultan Trenggana dibantu oleh Fatahillah berhasil mengunci beberapa daerah di Jawa Timur. Dalam ekspedisi penaklukannya ke Pasuruan pada tahun 1546, Sultan Trenggono gugur. 

Pengganti Sultan Trenggana mestinya adalah Pangeran Sekar Seda Lepen. Namun karena pangeran ini telah dibunuh oleh Pangeran Mukmin (Pangeran Prawoto), anak Sultan Trenggana, maka dengan meninggalnya Sultan Trenggana, kemelut di Demak tidak dapat dihindarkan. Arya Penangsang, sebagai putra Pangeran Sekar Seda Lepen, menganggap dirinya sebagai pewaris sah dari Kerajaan Demak. Sebab, kalau Pangeran Sekar Sedo Lepen tidak terbunuh, mestinya ia yang akan menjadi raja, karena dialah yang menjadi pewarisnya. Arya Penangsang sangat dendam terhadap Pangeran Mukmin yang telah membunuh Sekar Sedo Lepen. Karena itu Arya Penangsang berencana melakukan pembunuhan terhadap Pangeran Mukmin. Akhirnya Arya Penangsang berhasil membunuh Pangeran Prawoto. 


Penghalang lain untuk terwujudnya cita-cita Arya Penangsang untuk menjadi Sultan Demak adalah Hadiwijaya (Jaka Tingkir), adipati Pajang, menantu Sultan Trenggana. Hadiwijaya akhirnya juga menjadi incaran Arya Penangsang untuk dibunuh. Terjadilah konflik antara Adipati Hadiwijaya, dari Pajang, dengan Adipati Arya Penangsang, dari Jipang. Adipati Hadiwiiaya dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan dan Sutawijaya mengadakan perlawanan terhadap Arya Penangsang. Dalam pertikaian ini akhirnya Arya Penangsang berhasil dibunuh. Sutawijaya (anak Pemanahan) adalah pemuda yang berhasil membunuh Arya Penangsang. Dengan terbunuhnya Arya Penangsang, pada tahun 1568 M, Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke Pajang. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan kerajaan Islam di Demak dan muncullah Kerajaan Pajang. Pergeseran Demak ke Pajang ini menandai berpindahan pusat kekuasaan dari pesisir (Demak) ke pedalaman (Padang).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M)

Nama lengkapnya adalah Maulana Mahdum Ibrahim as-Samarkandy , diperkirakan lahir di Samarkand Uzbekistan Asia Tengah, pada paruh pertama abad ke-14 M. Beliau mempunyai hubungan kerabat dengan Maulana Ishak, seorang ulama ternama di Samudera Pasai yang merupakan ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ishak dan Ibrahim adalah anak ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubra, yang bertempat tinggal di Samarkand. Beliau diyakini sebagai generasi ke-10 dari Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad Saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bertempat tinggal di Campa, Kamboja, selama 13 (tiga belas) tahun, mulai tahun 1379 sampai 1392 M, dan menikah dengan putri raja Campa. Dari perkawinan ini lahir dua putra yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadho (Raden Santri).  Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, pada tahun 1392 M. Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. sebelum beliau datang, Islam sudah ada, walaupun belum berkembang, ini dibuktikan dengan adany

Pendekatan Dakwah Wali Songo

Kesuksesan walisongo dalam menyebarkan ajaran Islam bukan serta merta sukses tanpa proses panjang dan perencanaan besar dalam kerangka filosofis. Peleburan diri mereka dengan budaya dan karakter masyarakat Jawa adalah implementasi kongkritnya. Berdasarkan penjelasan di atas, sejarah mencatat bahwa metode dakwah islamisasi walisongo melalui beberapa pendekatan, yaitu:  1. Pendidikan  Para wali, pada mulanya mendirikan tempat ibadah/masjid. Masjid waktu itu bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah semata, tetapi juga sebagai tempat pendidikan agama Islam atau pesantren. Di dalamnya, dengan dipimpin para wali telah banyak berbagai persoalan masyarakat dapat dipecahkan sesuai ajaran Islam. Tidak hanya itu, masyarakat kecil yang buta aksara juga dapat menyentuh dunia pendidikan, mengingat pada saat itu pendidikan hanya dapat dinikmati oleh para keluarga kerajaan. Sunan Ampel misalnya, sangat fokus melakukan dakwah melalui pendidikan dengan membangun pesantren sebagai tempat belajar. Pesa

Sunan Giri (w. 1506 M)

Sunan Giri nama aslinya adalah Raden Paku. Nama ini diberikan Raden Rahmat atau Sunan Ampel sesuai dengan pesan ayahnya sendiri sebelum meninggalkan Jawa Timur. Nama-nama lain Sunan Giri adalah Ainul Yaqin, Abdul Faqih, Prabu Satmata, dan Jaka Samodra; nama ini adalah pemberian ibu angkatnya, ketika beliau masih kecil. Sedangkan mengenai gelar Prabu Satmata sendiri adalah merupakan suatu gelar kebesaran sebagai anugrah Tuhan ketika beliau menjabat sebagai penguasa atau raja di wilayah Giri Gresik.  Sunan Giri lahir di Blambangan Jawa Timur pada tahun 1443 M. Beliau adalah putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja. Masa kecil Sunan Giri dibawah asuhan ibu angkatnya yaitu Nyi Ageng Pinatih saudagar kaya dari Gresik. Pada umur 12 tahun, ibu angkatnya membawa Sunan Giri ke pesantren Ampel Denta. Di Ampel, beliau menjadi murid kesayangan Sunan Ampel bersama Sunan Bonang, yang tak lain adalah putra Sunan Ampel sendiri. Beberapa ilmu yang dipelajari Sunan