Langsung ke konten utama

Kerajaan Banten (1552-1801 M)

Pada mulanya Banten adalah merupakan bagian dari kerajaan Pajajaran yang bercorak Hindu. Pada tahun 1526 M, Fatahillah bersama Pangeran Carbon membantu Pangeran Hasanuddin (putra Sunan Gunung Jati), membebaskan Banten dari kekuasaan Pajajaran. Banten akhirnya dapat direbut. Kemudian Hasanuddin diangkat sebagai penguasa di Banten. Beliau memerintah sekitar tahun 1552-1570 M. Pada masa pemerintahan Hasanuddin, Kerajaan Banten terus dikembangkan. Perluasan daerah ke pedalaman terus dilakukan. Perluasan wilayah juga dilakukan ke luar Jawa. Seperti Lampung, Indrapura, Selebar, dan Bengkulu. Dengan demikian daerah kekuasaan Hasanuddin semakin luas. Pada tahun 1570 M Hasanuddin wafat. Beliau digantikan oleh putranya bernama Pangeran Yusuf, yang berkuasa di Banten tahun 1570-1580 M. 

Mengikuti jejak ayahnya, Pangeran Yusuf melanjutkan usaha-usaha perluasan daerah-daerah yang masih setia pada Pajajaran. Tahun 1580 M, Pangeran Yusuf wafat, dan digantikan oleh putranya, Maulana Muhammad (1585-1590 M). Karena Maulana Muhammad baru berumur sembilan tahun, untuk menjalankan roda pemerintahan dikuasakan kepada Mangkubumi, sampai Maulana Muhammad dewasa. Pada tahun 1596 M, Maulana Muhammad melancarkan serangan ke Palembang. Pada waktu itu Palembang diperintah oleh Ki Gede ing Suro (1572-1627 M). Ki Gede ing Suro adalah seorang penyiar agama Islam dari Surabaya dan peletak dasar pemerintahan kerajaan Islam di Palembang. Kerajaan Palembang ini diserang karena kerajaan ini lebih setia kepada Mataram dan sekaligus merupakan saingan Kerajaan Banten. Kekuasaan Palembang dapat dikepung dan hampir saja dapat ditaklukkan, tiba-tiba Sultan Maulana Muhammad terkena tembakan dari musuh dan meninggal.

Putra Maulana Muhammad yang bernama Abumufakir Mahmud Abdul Kadir ternyata masih kanak-kanak. Oleh sebab itu, pemerintahan dipegang Mangkubumi. Tetapi Mangkubumi disingkirkan oleh Pangeran Manggala. Kini, Pangeran Manggala mengendalikan kekuasaan di Banten. Setelah Abumufakir dewasa, Banten secara penuh diperintah oleh Sultan Abumufakir (605-1640 M). Pada masa-masa transisi ini, kolonial Belanda telah datang ke Jawa, yaitu pada tahun 1596 M di pelabuhan Banten dan tahun 1598 M di Banten dan di Jayakarta, dengan tujuan berdagang. Setelah Sultan Abumufakir meninggal (1640 M), ia digantikan oleh putranya bernama Abumaali Achmad (1640-1650 M). Abumaali Ahmad kemudian digantikan oleh Sultan Abdulfattah atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. 


Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651-1682 M. Ia memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka. Waktu itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf Sebagai mufti kerajaan dan penasehat sultan.

Ketika terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan de Saint Martin. Perselisihan dalam lingkungan istana kerajaan, telah menimbulkan kemunduran kerajaan Banten. Keretakan di dalam istana ini diketahui oleh VOC. VOC kemudian memainkan peranan dengan politik devide et impera. VOC membantu Sultan Haji memerangi Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1681 M. untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dibawa ke Batavia pada tahun 1683 M, kemudian wafat tahun 1692 M. Pemerintahan dibawah Sultan Haji yang pro Belanda, pemerintahan tidak berkembang, karena segala sesuatunya harus tunduk kepada Belanda. Ketika Daendels menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia pada tahun 1801-1811, kerajaan Islam Banten dihapuskan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M)

Nama lengkapnya adalah Maulana Mahdum Ibrahim as-Samarkandy , diperkirakan lahir di Samarkand Uzbekistan Asia Tengah, pada paruh pertama abad ke-14 M. Beliau mempunyai hubungan kerabat dengan Maulana Ishak, seorang ulama ternama di Samudera Pasai yang merupakan ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ishak dan Ibrahim adalah anak ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubra, yang bertempat tinggal di Samarkand. Beliau diyakini sebagai generasi ke-10 dari Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad Saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bertempat tinggal di Campa, Kamboja, selama 13 (tiga belas) tahun, mulai tahun 1379 sampai 1392 M, dan menikah dengan putri raja Campa. Dari perkawinan ini lahir dua putra yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadho (Raden Santri).  Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, pada tahun 1392 M. Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. sebelum beliau datang, Islam sudah ada, walaupun belum berkembang, ini dibuktikan dengan adany

Pendekatan Dakwah Wali Songo

Kesuksesan walisongo dalam menyebarkan ajaran Islam bukan serta merta sukses tanpa proses panjang dan perencanaan besar dalam kerangka filosofis. Peleburan diri mereka dengan budaya dan karakter masyarakat Jawa adalah implementasi kongkritnya. Berdasarkan penjelasan di atas, sejarah mencatat bahwa metode dakwah islamisasi walisongo melalui beberapa pendekatan, yaitu:  1. Pendidikan  Para wali, pada mulanya mendirikan tempat ibadah/masjid. Masjid waktu itu bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah semata, tetapi juga sebagai tempat pendidikan agama Islam atau pesantren. Di dalamnya, dengan dipimpin para wali telah banyak berbagai persoalan masyarakat dapat dipecahkan sesuai ajaran Islam. Tidak hanya itu, masyarakat kecil yang buta aksara juga dapat menyentuh dunia pendidikan, mengingat pada saat itu pendidikan hanya dapat dinikmati oleh para keluarga kerajaan. Sunan Ampel misalnya, sangat fokus melakukan dakwah melalui pendidikan dengan membangun pesantren sebagai tempat belajar. Pesa

Sunan Giri (w. 1506 M)

Sunan Giri nama aslinya adalah Raden Paku. Nama ini diberikan Raden Rahmat atau Sunan Ampel sesuai dengan pesan ayahnya sendiri sebelum meninggalkan Jawa Timur. Nama-nama lain Sunan Giri adalah Ainul Yaqin, Abdul Faqih, Prabu Satmata, dan Jaka Samodra; nama ini adalah pemberian ibu angkatnya, ketika beliau masih kecil. Sedangkan mengenai gelar Prabu Satmata sendiri adalah merupakan suatu gelar kebesaran sebagai anugrah Tuhan ketika beliau menjabat sebagai penguasa atau raja di wilayah Giri Gresik.  Sunan Giri lahir di Blambangan Jawa Timur pada tahun 1443 M. Beliau adalah putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja. Masa kecil Sunan Giri dibawah asuhan ibu angkatnya yaitu Nyi Ageng Pinatih saudagar kaya dari Gresik. Pada umur 12 tahun, ibu angkatnya membawa Sunan Giri ke pesantren Ampel Denta. Di Ampel, beliau menjadi murid kesayangan Sunan Ampel bersama Sunan Bonang, yang tak lain adalah putra Sunan Ampel sendiri. Beberapa ilmu yang dipelajari Sunan