Langsung ke konten utama

Perkembangan Peradaban/Kebudayaan Dan Ilmu Pengetahuan di Andalusia


Islam di Andalusia berlangsung sekitar tujuh setengah abad lamanya. Dalam kurun waktu tersebut banyak prestasi yang telah dilakukan oleh para amir, khalifah, penguasa, para ulama, cendikiawan, dan masyarakat, dalam mengembangkan Andalusia dalam berbagai bidang keilmuan dan peradaban. Banyak ahli mengakui pengaruh peradaban Islam terhadap kemajuan-kemajuan Eropa dan dunia Barat pada saat ini. Berikut ini akan diuraikan kemajuan dan prestasi Dinasti Bani Umayyah II di Andalusia.

1. Kebudayaan Non Fisik

a. Lembaga Pendidikan

Pendidikan dasar bagi anak-anak di Andalusia meliputi kemampuan baca tulis Al-Qur'an, tata bahasa Arab, dan puisi Arab. Pendidikan di Spanyol hampir rata meliputi seluruh penduduk negeri, sehingga sebagian besar muslim, laki-laki dan perempuan saat itu mampu membaca dan menulis. Padahal waktu itu situasi di Eropa masih dalam kondisi kurang begitu berpendidikan.

Pendidikan tinggi difokuskan pada tafsir Al-Qur'an, tata bahasa Arab, sejarah, filsafat, puisi, dan geografi. Beberapa kota penting mempunyai perguruan tinggi seperti di Cordoba, Granada, Malaga, Seville. Universitas Granada mempunyai jurusan seperti kedokteran, matematika, astronomi, teologi, dan hukum. Setiap tahun jumlah mahasiswanya mencapai ribuan, dan ijazah yang dikeluarkan berpeluang mendapat pekerjaan pada jabatan tinggi di kerajaan. Salah satu slogan favorit yang termaktub di portal universitas berbunyi: ”Dunia hanya terdiri atas empat unsur: pengetahuan orang bijak, keadilan penguasa, doa orang saleh, dan keberanian kesatria.”

Perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan tidak lepas dari kerja keras umat Islam untuk selalu meningkatkan peradaban. Abdurrahman al-Ausath (206-238 H/822-852 M) umpamanya, sangat perhatian terhadap hal ini. Ia banyak mendatangkan kitab-kitab Yunani yang telah diterjemahkan para Khalifah Abbasiyah ke Cordoba. Khalifah al-Mustansir juga menunjukkan perhatian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Ia banyak mendatangkan buku-buku dari Damaskus, Bagdad, dan Kairo untuk mengisi perpustakaan negara di daerah Cordoba.


Perkembangan ilmu pengetahuan sangat erat kaitannya dengan kondisi politik, ekonomi, dan pemerintahan yang stabil pada masa itu. Kerjasama antara penguasa, ulama, hartawan, dan ilmuan yang harmonis, sangat mempercepat laju perkembangan kebudayaan. Sejarawan Philip K. Hitti menjuluki Cordoba sebagai mutiara dunia, pada masa al-Mustanshir memiliki tidak kurang dari 800 buah sekolahan, 70 perpustakaan umum dan pribadi. Al-Mustanshir sendiri memiliki 400.000 buku untuk perpustakaan pribadinya. Ia mengoleksi buku-buku dengan cara membeli, atau menyalin naskah. Untuk mendapatkan koleksi itu, ia mengirim para agen buku ke Bagdad, Iskandaria, dan Damaskus.

Andalusia pada masa Dinasti Umayyah II sudah mencapai peradaban yang sangat maju untuk ukuran masa itu. Pada masa itu, orang-orang Eropa Barat masih pada tahap-tahap awal mengenal ilmu pengetahuan. Mereka belajar di beberapa universitas seperti universitas Cordoba, Malaga, Granada, Sevilla, dan lembaga-lembaga pendidikan lain di Andalusia. Mereka membawa ilmu pengetahuan dari beberapa universitas di Andalusia ke negerinya masingmasing. Atas dasar itu, peranan Andalusia dalam mengantarkan Eropa memasuki periode pencerahan sangat besar.

Di setiap Universitas dibangun perpustakaan. Perpustakaan terbesar berada di Cordoba, yang dibangun oleh Muhammad I (852-886), kemudian diperluas dan dilengkapi oleh Abdurrahman III, dan menjadi perpustakaan terbesar terbaik ketika al-Hakam II menyumbangkan koleksi pribadinya. Penduduk muslim Andalusia tidak begitu antusias terhadap ruang-ruang publik untuk kepentingan politik, sebagaimana di Yunani dan Romawi, karena itu mereka menjadikan buku sebagai sarana satu-satunya untuk memperoleh pengetahuan. Di bidang produksi, pemasaran, dan konsumsi buku, Cordoba menempati posisi pertama di Spanyol. Jativa di Spanyol merupakan pusat industri kertas, asal mulanya berasal dari Maroko, dibawa ke Timur, baru kemudian ke Spanyol pada pertengahan abad ke-12. Kata “ream” dalam bahasa Inggris diserap dari bahasa Perancis “rayme” dari bahasa Spanyol “resma” dan merupakan kata pinjaman dari bahasa Arab “rizmah” yang berarti bundel. Setelah Spanyol, industri kertas dikembangkan di Italia (1268-1276), juga dipengaruhi umat Islam Sisilia Spanyol.

Setelah Muslim Spanyol dihancurkan, sekitar 2.000 volume kertas diselamatkan dan dikumpulkan oleh Philip II (1556-1598) dan para penerusnya dari beberapa perpustakaan Arab. Sisa-sisa kertas tersebut menjadi bahan pokok perpustakaan Escurial, hingga kini masih berdiri dekat kota Madrid. Pada paruh awal abad ke-17, Syarif Zaidan, Sultan Maroko, melarikan diri dari ibu kota, mengirim koleksi perpustakaannya dengan kapal, yang kaptennya tidak mau menurunkan buku-buku tersebut karena tidak dibayar penuh. Dalam perjalanan menuju Marseille, kapal itu jatuh ke tangan perampok Spanyol, mereka mendapat barang rampasan berupa buku dan alat-alat tulis jumlahnya sekitar tiga atau empat ribu volume, yang kemudian disimpan pelayan Philip III di Escurial. Berkat koleksi itu, perpusstakaan tersebut menjadi salah satu yang terkaya dengan manuskrip-manuskrip Arab. (Philip K. Hitti, 22005: 719).

b. Fiqh

Terbaginya kekuasaan secara politis antara Timur (Bagdad) dan Barat (Andalusia) tidak menyebabkan perpecahan antara keduanya di bidang peradaban. Komunitas Muslim Andalusia belajar di Bagdad dan sebaliknya banyak muslim Bagdad yang belajar di Andalusia. Karena itu, pengaruh timbal balik antara keduanya sangat besar. Hisyam I (172-180 H/788-796 M) adalah salah satu khalifah yang sangat perhatian terhadap ilmu pengetahuan. Ia terkenal sebagai khalifah yang dekat dengan para ulama. Di antara ulama yang hidup dalam masa pemerintahannya adalah Yahya bin Yahya al-Laitsi, salah seorang murid kesayangan Imam Malik. Karena itu, mazhab Maliki banyak dianut oleh masyarakat Muslim Andalusia. Tokoh lain yang populer di bidang ilmu th adalah Abu Muhammad Ali ibn Hazm (w. 455 H/1063 M). Karyanya yang terkenal adalah al-Fashl fi al-Milal wa an-Nihal. Dia adalah penganut mazhab Syafi'i, kemudian beralih ke Imam Daud ad-Dhahiri. Ia juga sangat berpengaruh dalam menyebarkan kedua mazhab tersebut di Andalusia.

c. Bahasa dan Sastra

Menurut Hitti (1970:557), di bidang bahasa dan sastra, di Spanyol sebetulnya (sedikit) tertinggal jika dibandingkan dengan orang-orang Irak, namun kemudian prestasi-prestasi yang cukup spektakuler bermunculan, seperti munculnya Al-Qali (901-967 M), dengan karyanya berjudul al-Amali dan al-Nawadin. Ia juga seorang profesor Universitas Cordoba kelahiran Armenia. Kemudian muridnya bernama Muhammad bin Hasan al-Zubaydi (928-989), berdarah asli Spanyol kelahiran Seville yang ilmunya mewarnai hampir seluruh ilmu gurunya itu. Sebagai bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol, bahasa Arab diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar, baik yang muslim maupun yang non muslim. Hal ini dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mereka rela menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab sehingga mereka terampil dalam berbicara maupun dalam tata bahasa. Di antara ahli bahasa yang terkenal ialah Ibn Malik, pengarang kitab Alfiyah, Ibn Sayyidin, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Shibli, Abu al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnati.

Bahkan, orang Islam Spanyol juga berjasa atas penyusunan tata bahasa Hebrew (bahasa orang Yahudi) yang secara esensial didasarkan pada tata bahasa Arab. Selanjutnya, di bidang sastra, terdapat juga kemajuan yang sangat signifikan dan melahirkan banyak tokoh. Ibn Abd al-Rabbih, seorang pujangga yang sezaman dengan Abd al-Rahman III mengarang kitab Al-Iqd al-Farid dan Al-Aghani, Ali bin Hazm (terkenal dengan nama Ibn Hazm) juga menulis sebuah antologi syair cinta berjudul Tawq al-Hamamah. Dalam bidang syair, yang digabungkan dengan nyanyian, terdapat tokoh Abd al-Wahid bin Zaydan (1003-1071) dan Walladah (w. 1087) yang melakukan improvisasi spektakuler dalam bidang ini. Karya mereka, Muwassah dan Jazal merupakan karya monumental yang pernah mereka ciptakan pada masa itu sehingga orang-orang Kristen mengadopsinya untuk himne-himne Kristiani mereka.

d. Filsafat

Said Al-Andalusi mengemukakan bahwa Khalifah Abdurrahman III (912-961) mengumpulkan sejumlah besar buku dan memberikan perlindungan bagi para ilmuwan yang mempelajari kedokteran dan “ilmu-ilmu kuno”. Penggantinya, Al-Hakam (961-976 M.), meneruskan kebijakan dengan mengimpor karya-karya ilmiah dan filosofis dari Timur dalam jumlah besar sehingga Cordoba dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Bagdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Umayyah Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya (Fakhri, 1986:357).

Tokoh utama dan pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajah. Dilahirkan di Zaragoza, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia muda. (Yatim, 2004:101). Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Tufayl, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah Timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M yang banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hayy ibn Yaqzan. Akhir abad XII M, muncul seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rushd dari Cordoba, atau lebih dikenal dengan Averroes, ia lahir tahun 1126 M dan wafat tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatannya dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehatihatiannya dalam menggeluti masalah-masalah klasik tentang keserasian filsafat dan agama.

Jika dilihat perkembangan filsafat di kalangan masyarakat intelek Islam Spanyol, akan tampak dominasi dari tiga orang filosof kelahiran negeri tersebut, yakni: Ibn Bajah (w. 1138 M.), Ibn Tufail (w. 1185) dan Ibn Rushd (1126-1198) dengan tidak bermaksud mengecilkan para filosof yang tidak terpopulerkan oleh sejarah, yang telah berjasa meletakkan batu fondasi, membangun dan menyempurnakan filsafat di dataran Andalusia tersebut. Madkour (1988:54) mengemukakan bahwa dua yang pertama dari ketiga filosof ini berada dalam bayang-bayang Al-Farabi. Ibn Bajah, dengan Tadbir al-Mutawahhid-nya “mengatakan” bahwa manusia bisa berhubungan dengan akal fa'al dengan perantara ilmu pengetahuan dan pembangunan potensi mereka. Sementara Ibn Tufayl, dengan Hayy bin Yaqzan-nya, mengatakan bahwa hanya potensi manusia yang bisa berhubungan dengan akal fa'al.

e. Sains dan Kedokteran

Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik di masa Dinasti Umayyah II. Abbas ibn Farnas terkenal dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu (Shalabi, 1984:126). Ibrahim ibn Yahya al-Naqqas terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan beberapa lamanya. Ia juga sukses membuat teropong yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Nama lain adalah Ahmad ibn Ibas dari Cordoba seorang ahli dalam bidang obat-obatan, dan Umm al-Hasan ibn Abi Ja'far dan saudara perempuannya al-Hafiz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.

Nama lain di bidang kedokteran adalah Abu al-Qasim az-Zahrawi, di Barat dikenal dengan sebutan Abulcasis. Ia dikenal sebagai dokter ahli bedah, perintis ahli telinga dan penyakit kulit. Karyanya yang sangat monumental berjudul at-Tashrif Liman 'Ajaza 'an at-Ta'lif pada abad ke-12 M telah diterjemahkan oleh Gerard of Cremona dan dicetak ulang di Genoa (1497 M), Basle (1541 M), dan Oxford (1778 M). Sampai sekarang buku tersebut masih dipakai sebagian kalangan terpelajar di Eropa.

f. Sejarah

Di bidang sejarah, terdapat sejarawan terkemuka yaitu Abu Marwan Abdul Malik ibn Habib (w. 238 H/852 M). Ia menulis karya at-Tarikh, menyerupai Tarikh at-Tabari. Buku ini berisi permulaan bumi dan langit, sampai penaklukan Islam atas Andalusia. Sejarawan lain Andalusia adalah Abu Bakar Muhammad ibn Umar (w. 367 H/ 977 M), penulis buku Tarikh Iftitah al-Andalus, dan Hayyan ibn Khallaf ibn Hayyan (w. 469 H/1076 M), menulis buku al-Muqtabis fi Tarikh Rijal al-Andalus.

Beberapa penulis biografi juga lahir selama masa dinasti Umayyah di Andalusia, satu di antara mereka adalah Abu al-Walid Abdullah ibn al-Faradhi, lahir di Cordoba tahun 962. Ia diangkat menjadi qadhi di Valencia. Karyanya cukup banyak, namun yang diketemukan hanya Tarikh Ulama al-Andalus. Penulis lainnya adalah Ibn Basykuwal dengan karyanya as-Shilah fi Tarikh A'immah al-Andalus.

g. Geografi

Ahli geografi pertama muslim dari Barat adalah Abu Ubayd Abdullah ibn Abd al-Azis al-Bakri, hidup di Cordoba, wafat di usia lanjut pada tahun 1094. Ia mendapat kemuliaan karena karyanya berjudul al-Masalik wa al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan). Ahli geografi lainnya bernama Abu al-Husain Muhammad ibn Ahmad ibn Jubayr, lahir di Velencia tahun 1145 dan belajar di Jativa. Ia melakukan perjalanan dari Granada ke Mekah antara tahun 1183 sampai 1185. Dalam perjalanan pulangnya, ia mengunjungi Mesir, Irak, Suriah. Dia juga menjalajahi wilayah Timur dalam dua kali kesempatan, tahun 1189 sampai 1191 dan 1217, tapi dalam perjalanan di Iskandaria ia meninggal. Karyanya yang terkenal adalah Rihlah, memuat catatan perjalanan pertamanya, dan merupakan salah satu karya penting dalam perpustakaan Arab.

Para astronom Arab telah meninggalkan jejak-jejak karya mereka pada ilmuwan belakangan. Nama-nama bintang Eropa diserap dari bahasa Arab, seperti Acrab ('aqrab, Scorpion), Algedi (al-jadi, anak-anak), Altair (at-Thair, burung), Deneb (dzanab, ekor), Phekad (farqad, anak sapi), azimuth (as-sumut), nadir (nazhir), zenith (as-shamt), merupakan kata Arab dan membuktikan warisan kaya dunia Arab untuk Kristen Eropa.

2. Kebudayaan Fisik

a. Arsitektur Bangunan

Masjid Jami' Cordoba merupakan salah satu unsur peradaban Cordoba yang sangat penting dan masih tetap bertahan hingga sekarang. Masjid tersebut dalam bahasa Spanyol disebut La Mezquita, yang diambil dari kata masjid. Masjid ini adalah masjid yang paling masyhur di Andalusia, bahkan di seluruh Eropa. Namun, sekarang masjid ini dijadikan sebagai katedral. Abdurrahman ad-Dakhil mulai membangun masjid ini tahun 170 H/786 M., kemudian diteruskan oleh putranya Hisyam dan khalifah-khalifah sesudahnya. Setiap khalifah memberikan sesuatu yang baru kepada masjid tersebut, dengan memperluas dan memperindahnya agar menjadi masjid yang paling indah di Cordoba dan salah satu masjid terbesar di dunia saat itu.



Tidak ada masjid kaum muslimin yang menyerupai masjid ini dari segi keindahan, luas, dan besarnya. Separuh masjid dibuat beratap dan separuhnya lagi tidak. Jumlah lengkungan bangunan yang beratap ada empat belas. Ada 1000 tiang, baik tiang yang besar ataupun kecil. Ada 113 sumber penerangan, penerangan yang terbesar terdapat 1000 lampu dan yang paling kecil memuat 12 lampu.

Seluruh kayunya berasal dari pohon cemara Thurthusy. Besar pasaknya satu jengkal dan panjangnya 30 jengkal, antara satu pasak dengan pasak yang lain dipasang pasak yang besar. Di atapnya terdapat bermacam-macam seni ukir yang antara satu dengan yang lain tidak sama. Susunannya dibuat sangat baik dengan aneka warna terdiri dari warna merah, putih, biru, hijau, dan hitam celak. Arsitektur dan warna-warni itu menyenangkan mata dan menarik hati. Luas tiap-tiap penyusun atap adalah tiga puluh tiga jengkal. Jarak antara catu tiang dengan tiang yang lain lima belas hasta, dan masing-masing tiang bagian atas dan bawahnya dibuat dari batu marmer pualam.

Masjid ini mempunyai mihrab yang sangat indah, dihiasi ukiran-ukiran dengan teknik yang sempurna, dan terdapat mozaik yang dilapisi emas. Di dua arah mihrab ada empat tiang, dua tiang berwarna hijau dan dua lagi berwama violet kehijau-hijauan. Di bagian ujung dipasangi lapisan marmer yang dihias dengan emas, lazuardi, dan warna-warna lainnya. Di sebelah mihrab terdapat mimbar yang keindahannya tidak ada yang menandinginya; kayunya adalah kayu ebony, box, dan kayu untuk wewangian. Konon, mihrab tersebut dibuat selama tujuh tahun dan dikerjakan oleh tujuh orang ahli, selain tukang.

Di sebelah Utara mihrab terdapat gudang yang di dalamnya terdapat beberapa wadah yang terbuat dari emas, perak, dan besi. Semuanya untuk tempat nyala lampu pada setiap malam ke-27 bulan Ramadan. Di gudang ini juga terdapat mushaf besar Al-Qur'an yang hanya dapat diangkat oleh dua orang, dan juga terdapat mushaf Utsman bin Affan yang beliau tulis dengan tangannya sendiri. Mushaf ini dikeluarkan setiap pagi oleh para penjaga masjid. Mushaf ditempatkan di atas kursi dan imam membaca, kemudian dikembalikan ke tempatnya semula.

Di sebelah kanan mihrab dan mimbar adalah pintu yang menuju ke istana, terletak di antara dua dinding masjid yang berupa lorong yang beratap. Di lorong ini ada delapan pintu; empat pintu dari arah istana tertutup dan empat pintu dari arah masjid juga tertutup. Sedangkan masjid ini memiliki 20 pintu yang dilapisi dengan tembaga. Setiap pintu memiliki dua gagang pintu yang indah. Daun pintu dihiasai dengan beberapa butiran yang terbuat dari bata merah yang ditumbuk dengan berbagai macam hiasan yang lain. Halaman Masjid Cordoba dipenuhi dengan tanaman jeruk dan delima agar buah-buahnya dapat dimakan orang-orang yang lapar dan para musafir yang datang ke kota Cordoba.

Namun, masjid yang megah ini telah diubah menjadi katedral sejak jatuhnya Andalusia ke tangan orang-orang Kristen. Masjid ini kemudian berada di bawah kontrol gereja, walaupun namanya tetap diabadikan. Menaranya yang tinggi menjulang dan megah telah berubah menjadi tempat lonceng kebaktian gereja. Adapun dinding-dindingnya masih dipenuhi dengan ukiran ayat-ayat Al-Qur'an. Masjid ini sekarang menjadi salah satu bagian dari tempat sejarah yang paling masyhur di dunia.

Peninggalan arsitektur bangunan lainnya adalah Alhambra, dibangun pada abad ke-13 M, dan terdiri atas 3 bagian utama, Royal Palace, benteng Alcazaba, dan taman Generalife. Ide untuk membentuk beberapa bangunan di Alhambra ini adalah untuk menciptakan surga di muka bumi. Desainnya mengambil ide dari air, karena air adalah sumber kehidupan. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya simbol yang dekat dengan air antara lain berupa kerang. Royal Palace yang paling terkenal dan indah terdiri dari Mexuar, Serallo dan Harem dengan Lions' Court di tengah-tengahnya. Mexuar adalah tempat kerja para sultan. Bagian paling menarik dari Mexuar adalah taman yang mengarah ke muka Serallo. Serallo yang dipakai sebagai tempat resepsi tamu-tamu kehormatan, sebagian besar dibangun pada masa pemerintahan Yusuf I pada pertengahan abad ke-14 M. Taman Myrtles yang terletak di depannya dikelilingi semak-semak hijau sangat menyejukkan. Di sebelah utara Serallo terletak menara Comares. Di sini terdapat Hall of the Ambassadors, ruangan terbesar dan terindah di Royal Palace, ruangan Segi empat ini beratapkan kubah dari kayu yang menggambarkan surga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M)

Nama lengkapnya adalah Maulana Mahdum Ibrahim as-Samarkandy , diperkirakan lahir di Samarkand Uzbekistan Asia Tengah, pada paruh pertama abad ke-14 M. Beliau mempunyai hubungan kerabat dengan Maulana Ishak, seorang ulama ternama di Samudera Pasai yang merupakan ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ishak dan Ibrahim adalah anak ulama Persia bernama Maulana Jumadil Kubra, yang bertempat tinggal di Samarkand. Beliau diyakini sebagai generasi ke-10 dari Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad Saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bertempat tinggal di Campa, Kamboja, selama 13 (tiga belas) tahun, mulai tahun 1379 sampai 1392 M, dan menikah dengan putri raja Campa. Dari perkawinan ini lahir dua putra yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadho (Raden Santri).  Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, pada tahun 1392 M. Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. sebelum beliau datang, Islam sudah ada, walaupun belum berkembang, ini dibuktikan dengan adany

Pusat Peradaban Masa Dinasti Bani Abbasiyah: Bagdad

Sejarah mencatat bahwa Bagdad sebagai ibu kota Dinasti Bani Abbasiyah merupakan kota dengan peradaban tingkat tinggi, khususnya zaman keemasan Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809). Pada saat itu, Bagdad muncul sebagai pusat dunia dalam segala aspeknya dengan kemakmuran dan peran internasional yang sangat luar biasa. Boleh dikatakan bahwa Bagdad menjadi satu-satunya saingan kerajaan Byzantium. Kejayaannya seiring dengan kemakmuran kerajaan, terutama ibu kotanya. Saat itulah, Bagdad menjadi kota yang tiada bandingannya di seluruh dunia (Philip K. Hitti: 375). Setelah Bagdad, terdapat dua kerajaan Islam yang juga mengalami kemajuan, yaitu Dinasti Fatimiyah di Mesir dan Dinasti Bani Umayyah di Andalusia Spanyol. Di Bagdad terdapat bangunan istana kerajaan sangat megah, di dalamnya terdapat ruangan untuk para harem, pembantu laki-laki yang dikebiri, dan pejabat-pejabat khusus, menempati sepertiga dari kota lingkaran itu. Bagian Yang paling mengesankan adalah ruang pertemuan yang dilengkapi de

Pendekatan Dakwah Wali Songo

Kesuksesan walisongo dalam menyebarkan ajaran Islam bukan serta merta sukses tanpa proses panjang dan perencanaan besar dalam kerangka filosofis. Peleburan diri mereka dengan budaya dan karakter masyarakat Jawa adalah implementasi kongkritnya. Berdasarkan penjelasan di atas, sejarah mencatat bahwa metode dakwah islamisasi walisongo melalui beberapa pendekatan, yaitu:  1. Pendidikan  Para wali, pada mulanya mendirikan tempat ibadah/masjid. Masjid waktu itu bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah semata, tetapi juga sebagai tempat pendidikan agama Islam atau pesantren. Di dalamnya, dengan dipimpin para wali telah banyak berbagai persoalan masyarakat dapat dipecahkan sesuai ajaran Islam. Tidak hanya itu, masyarakat kecil yang buta aksara juga dapat menyentuh dunia pendidikan, mengingat pada saat itu pendidikan hanya dapat dinikmati oleh para keluarga kerajaan. Sunan Ampel misalnya, sangat fokus melakukan dakwah melalui pendidikan dengan membangun pesantren sebagai tempat belajar. Pesa